Saturday 9 December 2017

Bagaimana Menjadi Seorang Pendengar yang Aktif



Jadilah Seorang Pendengar Aktif

Komunikator yang efektif mampu mendengarkan dengan penuh perhatian kepada orang lain 

Komunikator yang efektif mengajukan pertanyaan klarifikasi dan menafsirkan apa yang orang lain katakan untuk memastikan mereka memahami pesan dengan benar. Mereka tidak mengganggu Anda saat Anda berbicara.
     
Mendengarkan aktif terjadi ketika Anda menerima gagasan orang lain dan dapat melihat sesuatu dari perspektif yang berbeda. Anda dapat memvalidasi pikiran dan perasaan orang lain, dengan merefleksikan kembali dan meringkas ide utama pesan. Jika demkian maka hal ini dapat menunjukkan bahwa Anda terlibat dalam proses mendengarkan dan secara sadar mengupayakan sesuatu untuk meningkatkan pemahaman Anda.

     Anda harus mendengarkan pihak lain. Jangan melakukan kesalahan dengan berpikir bahwa komunikasi ialah hanya jalan satu arah. Selain berbicara pikiran Anda keluar, komunikasi juga tentang mendengarkan dan itu juga sangat hati-hati. Fokus pada apa yang mereka katakan dan merenungkan percakapan nanti. Ini akan mengirimkan pesan kepada mereka bahwa Anda menggenggam poin mereka dan mereka harus melakukan hal yang sama saat Anda berbicara.

Aktif Mendengarkan

     Adalah istilah yang dipopulerkan oleh Carl Rogers dan Richard Parson yang kelak dianjurkan oleh para konselor dan terapis (Bmwnell, 2009; Einstein, 2010). Konsep ini mengatakan bahwa pada umumnya pesan dari pengirim berisi konten baik verbal dan nonverbal yang didalamnya mengandung tidak hanya pikiran tetapi perasaan. Penerima harus menyadari kedua komponen tersebut (verbal dan nonverbal) sehingga dapat memahami arti keseluruhan pesan. Misalnya, ketika seorang staf mengatakan kepada utusannya, “Lain kali jika bapak meminta saya untuk menyiapkan laporan, tolong saya diberitahu juga berikan beberapa catatan kepada saya terlebih dahulu.” Konten suatu Pesan dapat disampaikan secara spontan namun komponen perasaan dapat menunjukv kan ketulusan, kebencian bahkan melawan atasan. Karena itu, staf sebagaimana dicontohkan ini. harus mengatakan, “bapak beri saya waktu, saya akan mempelajarinya, jika kurang jelas saya akan bertanya kepada bapak",

Empat Pedoman Aktif Mendengarkan

Ada 4 pedoman yang dapat membantu kita menjadi pendengar yang lebih aktif (Rogers & Parson).  


  1. Dengarkan isi pesan. Penerima mencoba untuk mendengar apa yang dikatakan pengirim dalam pesan.
  2. Dengarkan (pahami) perasaan dalam pesan. Penerima mencoba untuk mengidentifikasi bagaimana perasan pengirim yang tersirat dalam isi pesan. Hal ini dapat dilakukan dengan menanyakan, “Mengapa Anda mengatakan ini?
  3. Menanggapi perasaan. Penerima harus membiarkan pengirim mengatakan pesan sesuai dengan perasaannya, akui konten pesan itu dengan sedikit mengaitkannya dengan perasaan ketika dia mengucapkannya.
  4. Catatkan (ingat!) semua isyarat, verbal dan nonverbal. Penerima harus peka terhadap pesan-pesan lisan maupun pesan-pesan nonverbal serta yang lisan. Jika Anda sebagai penerima maka lakukan identifikasi terhadap pesan yang membingungkan, minta penjelasan kepada pengirim. Misalnya, Anda sebagai penerima dapat mengulangi kembali atau frase atau parafrase dari pesan verbal dan nonverbal yang dikirimkan, ini bentuk umpan balik kepada pengirim. Penerima dapat melakukan hal ini yang memungkinkan pengirim merespons informasi lebih lanjut.

Saturday 2 December 2017

Penyebab Munculnya Gerakan Radikalisme (Faktor-faktor dan Penyebabnya)


Maraknya pemikiran radikalisme hingga tindak perilaku terorisme dewasa ini, seakan menjadi salah satu permasalahan krusial yang patut diperhatikan. 
Tak dapat diduga maupun juga disangka, aksi demi aksi melawan hukum dalam melancarkan serangan yang konon katanya jihad namun justru membahayakan banyak pihak tak bersalah, kadang menjadi tanda tanya besar bagi kita semua, mengapa hal tersebut dilakukan, tanpa memikirankan dampak dan akibat apa yang kedepannya akan terjadi. 


Pendapat Mahfud MD
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD menyebut banyaknya provokasi yang mengarah pada radikalisme sering diakibatkan adanya tuntutan rasa keadilan atas kebijakan pemerintah.

"Provokasi radikalisme sering ditimbulkan oleh rasa keadilan yang belum dirasakan oleh sebagian masyarakat atau kelompok masyarakat," kata Mahfud pada Forum Koordinasi dan Sinkronisasi Memperteguh Kebhinekaan di Pendopo Rumah Dinas Bupati Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (5/5/2017).

Menurut dia, ada yang mencatat akhir-akhir ini telah muncul sikap intoleran dan radikalisme sebagai ancaman bagi eksistensi NKRI.

"Sebenarnya mereka itu bukan tidak menerima Pancasila atau ingin radikal dan tidak toleran, melainkan sesungguhnya mencari keadilan dan melakukan protes atas ketidakberesan agar jalannya negara dan pemerintahan sesuai dengan Pancasila," tuturnya pada forum yang diselenggarakan Kementrian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan bersama dengan Pemkab Sleman tersebut.


Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Gerakan Radikalisme

      Gerakan radikalisme sesungguhnya bukan sebuah gerakan yang muncul begitu saja tetapi memiliki latar belakang yang sekaligus menjadi faktor pendorong munculnya gerakan radikalisme. Faktor-faktor tersebut yaitu:


1. Faktor-faktor Sosial-Politik
 

Gejala kekerasan “agama” lebih tepat dilihat sebagai gejala sosial-politik daripada gejala keagamaan. Gerakan yang secara salah kaprah oleh Barat disebut sebagai radikalisme Islam itu lebih tepat dilihat akar permasalahannya dari sudut konteks sosial-politik dalam kerangka historisitas manusia yang ada di masyarakat. 

Sebagaimana diungkapkan Azyumardi Azra, bahwa memburuknya posisi negara-negara Muslim dalam konflik utara-selatan menjadi penopong utama munculnya radikalisme. Secara historis kita dapat melihat bahwa konflik-konflik yang ditimbulkan oleh kalangan radikal dengan seperangkat alat kekerasannya dalam menentang dan membenturkan diri dengan kelompok lain ternyata lebih berakar pada masalah sosial-politik. 

Dalam hal ini kaum radikalisme memandang fakta historis bahwa umat Islam tidak diuntungkan oleh peradaban global sehingga menimbulkan perlawanan terhadap kekuatan yang mendominasi.

Dengan membawa bahasa dan simbol serta slogan-slogan agama kaum radikalis mencoba menyentuh emosi keagamaan dan menggalang kekuatan untuk mencapai tujuan “mulia” dari politiknya. Tentu saja hal yang demikian ini tidak selamanya dapat disebut memanipulasi agama karena sebagian perilaku mereka berakar pada interpretasi agama dalam melihat fenomena historis.

            
2. Faktor Emosi Keagamaan
      
Harus diakui bahwa salah satu penyebab gerakan radikalisme adalah faktor sentimen keagamaan, termasuk di dalamnya adalah solidaritas keagamaan untuk kawan yang tertindas oleh kekuatan tertentu. Tetapi hal ini lebih tepat dikatakan sebagai faktor emosi keagamaannya, dan bukan agama (wahyu suci yang absolut) walalupun gerakan radikalisme selalu mengibarkan bendera dan simbol agama seperti dalih membela agama.


3. Faktor Kultural
      
Ini juga memiliki andil yang cukup besar yang melatar belakangi munculnya radikalisme. Hal ini wajar karena memang secara kultural, sebagaimana diungkapkan Musa Asy’ari bahwa di dalam masyarakat selalu diketemukan usaha untuk melepaskan diri dari jeratan jaring-jaring kebudayaan tertentu yang dianggap tidak sesuai. 

Sedangkan yang dimaksud faktor kultural di sini adalah sebagai anti tesa terhadap budaya sekularisme. Budaya Barat merupakan sumber sekularisme yang dianggap sebagai musuh yang harus dihilangkan dari bumi. Sedangkan fakta sejarah memperlihatkan adanya dominasi Barat dari berbagai aspeknya atas negeri-negeri dan budaya Muslim. 

Peradaban barat sekarang ini merupakan ekspresi dominan dan universal umat manusia yang telah dengan sengaja melakukan proses marjinalisasi seluruh sendi-sendi kehidupan muslim sehingga umat Islam menjadi terbelakang dan tertindas.


4. Faktor Ideologis Anti Westernisme 
      
Westernisme merupakan suatu pemikiran yang membahayakan Muslim dalam mengaplikasikan syari’at Islam. Sehingga simbol-simbol Barat harus dihancurkan demi penegakan syari’at Islam. 

Walaupun motivasi dan gerakan anti Barat tidak bisa disalahkan dengan alasan keyakinan keagamaan tetapi jalan kekerasan yang ditempuh kaum radikalisme justru menunjukkan ketidakmampuan mereka dalam memposisikan diri sebagai pesaing dalam budaya dan peradaban.


5. Faktor Kebijakan Pemerintah

Ketidakmampuan pemerintahan di negara-negara Islam untuk bertindak memperbaiki situasi atas berkembangnya frustasi dan kemarahan sebagian umat Islam disebabkan dominasi ideologi, militer maupun ekonomi dari negera-negara besar. 

Dalam hal ini elit-elit pemerintah di negeri-negeri Muslim belum atau kurang dapat mencari akar yang menjadi penyebab munculnya tindak kekerasan (radikalisme) sehingga tidak dapat mengatasi problematika sosial yang dihadapi umat. Di samping itu, faktor media massa (pers) Barat yang selalu memojokkan umat Islam juga menjadi faktor munculnya reaksi dengan kekerasan yang dilakukan oleh umat Islam. 

Propaganda-propaganda lewat pers memang memiliki kekuatan dahsyat dan sangat sulit untuk ditangkis sehingga sebagian “ekstrim” yaitu perilaku radikal sebagai reaksi atas apa yang ditimpakan kepada komunitas Muslim.


Penyebab Akut Munculnya Radikalisme

Sementara untuk penyebab akut munculnya radikalisme yang diperoleh dari berbagai sumber yaitu:


Pendidikan Rendah

Latar belakang pendidikan yang rendah dianggap merupakan salah satu penyebab mengapa generasi muda ataupun anak sekolahan sangat tertarik untuk terlibat dalam kegiatan radikal. 

Acapkali generasi muda tidak memiliki pengetahuan yang memadai untuk mencari jalan alternatif penyelesaian suatu masalah selain bertindak radikal ataupun melakukan aksi-aksi ekstrim. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa seseorang dengan latar pendidikan tinggi hingga bergelar doktor sekalipun dapat menjadi salah seorang aktor intelektual dibalik penyebaran ajran radikal dan terorisme.


Krisis Identitas

Secara umum, target perekrutan anggota kelompok radikal ataupun ekstrimisme acapkali berasal dari kelompok generasi muda yang masih dalam tahap pencaharian jati diri. 

Dalam proses perekrutan, generasi muda sangat rentan terhadap tekanan kelompok dan juga membutuhkan sebuah panutan hidup. Tekanan kelompok dilakukan dengan adanya perekrutan dan seleksi oleh organisasi radikal berkedok kelompok keagamaan dan forum studi yang terbatas. 

Apabila salah seorang target telah masuk kedalam lingkungan kelompok radikal dan ekstrim, maka tindakan selanjutnya sang perekrut akan mulai melakukan tahapan komunikasi yang lebih intensif guna mempengaruhi pola pikir dan perilaku sang target, baik dengan cara dialog, ceramah, atau bahkan sebuah ritual. Pengaruh kelompok perekrut ini sangatlah besar karena tanpa disadari, secara terus menerus si target akan dituntun mengikuti arus perubahan dan penanaman nilai-nilai kelompok radikal.


Minimnya Kondisi Ekonomi

Keadaan ekonomi yang kurang memadai disertai dengan sikap apatis terhadap kondisi kehidupan lingkungan sekitar, dapat dianggap menjadi salah satu faktor penyebab untuk menarik generasi muda dalam melakukan tindakan radikal. 

Acapkali generasi muda tidak memiliki kebanggaan secara materi dan tidak memiliki pandangan positif mengenai masa depan yang dihadapi di dunia ini. Biaya sekolah yang mahal, membuat sebagian generasi muda menjadi putus sekolah dan tidak mempunyai pekerjaan hingga penghasilan yang memadai, terkadang dijadikan salah satu faktor kekesalan terhadap sistem perekonomian yang dianggap kebarat-baratan atau liberal, lantaran sistem yang ada dinilai tidak pro terhadap rakyat dan tidak juga memberikan kesejahteraan terhadap dirinya. 

Dengan keadaan tersebut, penghancuran terhadap dirinya dan orang lain dianggap sebagai suatu hal yang wajar, karena materi yang saat ini tidak diperoleh akan digantikan dengan kenikmatan akhirat sebagai imbalannya melakukan perjuangan dan pengorbnannya setelah mati syahid.


Keterasingan secara Sosial dan Budaya

Adanya rasa keterasingan di lingkungan dan jarak diantara masyarakat umum dengan hubungan anggota radikal merupakan salah satu penyebab yang membuat generasi mudah rentan bergabung dengan organisasi radikal. 

Sehingga, dengan adanya rasa keterasingan dan jarak tersebut, kelompok terorisme yang tidak merasa menjadi bagian dimasyarakat akan merasa tidak memiliki hubungan emosional dan terikat terhadap masyarakat disekelilingnya. Tak ayal sebuah kelompok radikal seringkali melakukan aktifitas penghancuran terhadap fasilitas umum dan memakan korban rakyat sipil.


Keterbatasan Akses Politik

Aspirasi politik yang tidak tersalurkan melalui jalur politik formal berdasarkan kaedah hukum yang berlaku, acapkali menjadi salah satu alasan untuk sebuah organisasi melakukan aksi radikal. 

Sehingga dengan melakukan aksi dan tindakan radikal yang cenderung “nyeleneh” dimata masyarakat, dianggap sebagai sebuah solusi atau terobosan kontroversial untuk dapat menyampaikan pesan organisasi ke masyarakat luas. Adanya rasa ketakutan mendalam, diharapkan oleh sebuah organisasi radikal akan membuat pesan yang ingin disampaikan tertanam dan melekat dibenak target khalayak.


Primordialisme dan Etnosentrisme


Rasa kebersamaan antara sesama umat dalam satu agama acapkali membangun sebuah tali persaudaraan yang kuat yang melintasi perbedaan suku, budaya, negara, dan geografis. Rasa solidaritas yang tinggi tersebut menciptakan suatu tali batin dan rasa empati yang mendalam. 

Seperti halnya apabila ada sekelompok umat yang merasa di tindas oleh pemerintah atau agama lain, dapat menjadi faktor pembangkit semangat kelompok radikal dan terorisme untuk bergerak seakan membantu kelompok-kelompok yang mengalami tindak penindasan. Tersirat jelas pada perang dingin antara kelompok negara-negara barat dan kelompok negara-negara timur tengah. 

Dimana Amerika dan israel dianggap sebagai biang keladi penindasan umat islam yang kemudian membuat para kelompok radikal dan ekstrimis melancarkan aksi perlawanan yang tidak hanya ditujukan kepada Amerika dan Israel, namun negara-negara pendukung atau bahkan hanya berhubungan dalam aspek ekonomi dan budaya dalam lingkup kecil pun juga menjadi target penyerangan. 

Oleh karenanya, apabila para pembaca menemukan sanak saudara atau kerabat di sekitar sedang mengalami beberapa faktor diatas, sebuah tindakan yang mulia apabila kita segera menuntun orang-orang tersebut untuk segera sadar dan bangkit dari kondisi keterpurukan.




5 Tips Belajar Matematika


         Untuk belajar matematika disamping tips dan carak sukses belajar itu, kita juga perlu mengetahui tips dan kiat lainnya. Maka hadirlah postingan terbaru ini untuk membahas Cara Sukses Belajar Matematika dirumah. Matematika memang terkenal pelajaran yang melelahkan dan sulit dipahami. Walaupun demikian anda tetap bisa memahami pelajaran sesulit apapun ia, bukankah yang sesulit apapun pelajar itu ada gurunya, artinya sesulit apapun pelajaran ada orang yang bisa mengerti, dan salah satunya adalah anda. Maka tidak perlu berputus asa, yang penting usaha, Allah akan membukakan hati dan pemahaman kepada siapa yang bersungguh-sungguh.

          Langsung saja, mari kita lihat cara sukses belajar matematika ini, agar kita cepat mengerti. Kalau anda pahami cara belajar insya Allah akan berhasil sampai ke tujuan, sama juga seperti orang yang ingin keluar rumah, yang harus dilakukan adalah membuka pintu rumah bukan membuka pintu lemari, "karena anda tidak akan bisa keluar rumah dengan membuka pintu lemari". Cek caranya, termasuk juga cek cara belajar, jangan salah cara, biar cepat sampai maksud.

Cara Sukses Belajar Matematika
  •     Review Kembali Pelajaran. Setelah sampai dirumah anda diharuskan untuk meriview kembali pejaran yang sudah anda pelajari, catat setiap pelajaran yang membingungkan, terutama tentang rumus-rumus, ini memudahkan anda untuk menanyakannya pada guru. Sebelum bertanya usahakan untuk mengingat-ingat penjelasan yang telah diajarkan guru disekolah.

  •     Membuat kumpulan rumus dan konsep penting. Sebagai pelajar yang ingin sukses anda diharuskan untuk mencatat setiap rumus penting kedalam buku saku yang memungkinkan anda untuk membawanya kemana-mana. Ini akan membantu anda dalam mengingat rumus-rumus matematka.

  •     Mengerjakan PR. Setiap Pr yang diberikan guru sempatkan waktu untuk mempelajrinya. Kita biasanya mengerjakan Pr matematika dengan melihat contah atau persamaan yang ada dalam buku catatan atau buku bacaan matematika, sekarang coba anda kerjakan soal tanpa melihat contoh yang ada pada catatan. Ini melatih anda untuk bisa mandiri dalam mmengerjakan soal-soal matematika, bukankah ketika ujian kita mengerjakan matekatikan tanpa melihat contoh.

  •     Banyak melatih soal-soal. Jangan hanya mengerjakan Pr saja, tetapi kerjakan soal matematka sebanyak mungkin. Makin banyak anda mengerjakan soal akan semakin lincah anda dalam menyelesaikan jawaban. Belajar matematika akan sangat efektif dengan latihan dan latihan dan latihan :)

  •     Belajar Kelompok. Manfaatkan waktu untuk belajar kelompok, bertukar pikiran sangat penting dalam menyelesaikan soal matematika, karena kita seringkali melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda, sehingga akan memudahkan kita untuk mengetahui setiap jalan keluar dari setiap soal matematika.


Demikianlah beberapa tips belajar matematika, jangan menyerah dengan mereka yang pintar tapi terus berjuang untuk menciptakan kepintaran ini pada kamu. Karena jenius tidak hanya dibawa dari lahir tetapi juga bisa diciptakan dan cara menciptakannya adalah dengan belajar giat dan penuh semangat.

Kata Kunci: Matematika, Tips Belajar

Saturday 18 November 2017

Radikalisme Di Tinjau dari Ideologi Pancasila

Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Menghadapi Radikalisme

Dalam masa orde baru, untuk menanamkan dan memasyarakatkan kesadaran akan nilai
nilai Pancasila dibentuk satu badan yang bernama BP7.  Badan tersebut merupakan penanggung jawab (leading sector) terhadap perumusan, aplikasi, sosialisasi, internalisasi terhadap pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila, dalam kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara.

Saat ini Pancasila adalah ideologi yang terbuka., dan sedang diuji daya tahannya terhadap
gempuran, pengaruh dan ancaman ideologi-ideologi besar lainnya, seperti liberalisme (yang menjunjung kebebasan dan persaingan), sosialisme (yang menekankan harmoni), humanisme (yang menekankan kemanusiaan), nihilisme (yang menafikan nilai-nilai luhur yang mapan), maupun ideologi yang berdimensi keagamaan.

Pancasila, sebagai ideologi terbuka pada dasarnya memiliki nilai-nilai universal yang sama
dengan ideologi lainnya, seperti keberadaban, penghormatan akan HAM, kesejahteraan, perdamaian dan keadilan. Dalam era globalisasi, romantisme kesamaan historis jaman lalu tidak lagi merupakan pengikat rasa kebersamaan yang kokoh. Kepentingan akan tujuan yang akan dicapai lebih kuat pengaruhnya daripada kesamaan latar kesejarahan. Karena itu, implementasi nilai-nilai Pancasila, agar tetap aktual menghadapi ancaman radikalisme harus lebih ditekankan pada penyampaian tiga message berikut :
a.     Negara ini dibentuk berdasarkan kesepakatan dan kesetaraan, di mana di dalamnya tidak boleh ada yang merasa sebagai pemegang saham utama, atau warga kelas satu.
b.    Aturan main dalam bernegara telah disepakati, dan Negara memiliki kedaulatan penuh untuk menertibkan anggota negaranya yang berusaha secara sistematis untuk merubah tatanan, dengan cara-cara yang melawan hukum.
c.     Negara memberikan perlindungan, kesempatan, masa depan dan pengayoman seimbang untuk meraih tujuan nasional masyarakat adil dan makmur, sejahtera, aman, berkeadaban dan merdeka.

Nilai-nilai Pancasila dan UUD NKRI 1945 yang harus tetap diimplementasikan itu adalah :
  • Kebangsaan dan persatuan
  • Kemanusiaan dan penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia
  • Ketuhanan dan toleransi
  • Kejujuran dan ketaatan terhadap hukum dan peraturan
  • Demokrasi dan kekeluargaan

Ketahanan Nasional merupakan suatu kondisi kehidupan nasional yang harus diwujudkan
dan dibina secara terus menerus secara sinergis dan dinamis mulai dari pribadi, keluarga, lingkungan dan nasional yang bermodalkan keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan pengembangan kekuatan nasional.

Salah satu unsur ketahanan nasional adalah Ketahanan Ideologi. Ketahanan Ideologi perlu
ditingkatkan dalam bentuk :
Ø  Pengamalan Pancasila secara objektif dan subjektif
Ø  Aktualisasi, adaptasi dan relevansi ideologi Pancasila terhadap nilai-nilai baru
Ø Pengembangan dan penanaman nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika dalam seluruh kehidupan berbangsa, bermasyarakat.

Membentengi Pemuda Dari Radikalisme
Pemuda adalah aset bangsa yang sangat berharga. Masa depan negeri ini bertumpu pada
kualitas mereka. Namun ironisnya, kini tak sedikit kaum muda yang justru menjadi pelaku terorisme. Serangkaian aksiterorisme mulai dari Bom Bali-1, Bom Gereja Kepunton, bom di JW Marriot dan Hotel Ritz-Carlton,hingga aksi penembakan Pos Polisi Singosaren di Solo dan Bom di Beji dan Tambora, melibatkan pemuda. Sebut saja, Dani Dwi Permana, salah satu pelaku Bom di JW Marriot dan Hotel Ritz-Carlton, yang saat itu berusia 18 tahun dan baru lulus SMA.

Fakta di atas diperkuat oleh riset yang dilakukan Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian
(LaKIP). Dalam risetnya tentang radikalisme di kalangan siswa dan guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di Jabodetabek, pada Oktober 2010-Januari 2011, LaKIP menemukan sedikitnya 48,9 persen siswa menyatakan bersedia terlibat dalam aksi kekerasan terkait dengan agama dan moral.

Rentannya pemuda terhadap aksi kekerasan dan terorisme patut menjadi keprihatinan kita
bersama. Banyak faktor yang menyebabkan para pemuda terseret ke dalam tindakan terorisme, mulai dari kemiskinan, kurangnya pendidikan agama yang damai, gencarnya infiltrasi kelompok radikal, lemahnya semangat kebangsaan, kurangnya pendidikan kewarganegaraan, kurangnya keteladanan, dan tergerusnya nilai kearifan lokal oleh arus modernitas negatif.
Untuk membentengi para pemuda dan masyarakat umum dari radikalisme dan terorisme,
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), menggunakan upaya pencegahan melalui kontra-radikalisasi (penangkalan ideologi). Hal ini dilakukan dengan membentuk Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di daerah, Pelatihan anti radikal-terorisme bagi ormas, Training of Trainer (ToT) bagi sivitas akademika perguruan tinggi, serta sosialiasi kontra radikal terorisme siswa SMA di empat provinsi.
ada beberapa hal yang patut dikedepankan dalam pencegahan terorisme di kalangan pemuda :

Ø  Pertama, memperkuat pendidikan kewarganegaraan (civic education) dengan menanamkan pemahaman yang mendalam terhadap empat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Melalui pendidikan kewarganegaraan, para pemuda didorong untuk menjunjung tinggi dan menginternalisasikan nilai-nilai luhur yang sejalan dengan kearifan lokal seperti toleransi antar-umat beragama, kebebasan yang bertanggung jawab, gotong royong, kejujuran, dan cinta tanah air serta kepedulian antar-warga masyarakat.

Ø  Kedua, mengarahkan para pemuda pada beragam aktivitas yang berkualitas baik di bidang akademis, sosial, keagamaan, seni, budaya, maupun olahraga.

Ø  Ketiga, memberikan pemahaman agama yang damai dan toleran, sehingga pemuda tidak
mudah terjebak pada arus ajaran radikalisme. Dalam hal ini, peran guru agama di lingkungan sekolah dan para pemuka agama di masyarakat sangat penting.

Ø  Keempat, memberikan keteladanan kepada pemuda. Sebab, tanpa adanya keteladanan dari para penyelenggara negara, tokoh agama, serta tokoh masyarakat, maka upaya yang dilakukan akan sia-sia.

Sumber:
http://abdurrahman001.blogspot.co.id/2015/05/peran-sertaa-pancasila-untuk-mencegah.html
http://aribherzi020696.blogspot.co.id/2015/04/makalah-radikalisme.html
http://2beahumanbeing.blogspot.com/2012/06/makalah-radikalisme-pengertian-konsep.html

Saturday 11 November 2017

Dampak Negatif Terorisme Terhadap Pertahanan dan Keamanan Negara

Apa dampak negatif dari kegiatan terorisme di Indonesia?



            Pengaruh negatif yang timbul akibat adanya masalah terorisme di dalam bangsa ini cenderung sangat banyak sekali, dari mulai nasionalisme, rasa was-was akan adanya kejahatan terorisme, rasa saling tidak percaya antar umat beragama, pengaruh psikologis bagi para anak muda Indonesia yang masih labil emosinya, dan lain-lain. Semua pengaruh negatif tersebut secara langsung mengganggu tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Belum lagi adanya kelompok-kelompok yang ingin mengganti ideologi bangsa menjadi ideology yang berlandaskan Islam yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

            Adanya rasa saling tidak percaya antar umat beragama yang diawali dari aksi teror yang mengatas namakan agama menjadikan citra salah satu agama menjadi buruk di mata umat beragama lain. Dari hal tersebut yang dikhawatirkan adalah menurunnya rasa saling menghormati antar umat beragama di Indonesia yang selanjutnya dapat mengurangi rasa kesatuan dan persatuan dari rakyat Indonesia. Kemudian dari segi keamanan dan kenyamanan yang terusik akibat adanya aksi terorisme. Indonesia memiliki banyak tempat wisata yang sudah terkenal sampai ke manca Negara dan kemungkinan sudah menjadi incaran para teroris untuk melakukan aksinya. Maka, banyak wisatawan yang mengurungkan niatnya untuk mengunjungi tempat-tenpat wisata tersebut. Adanya hal tersebutlah yang membuat penduduk Indonesia menjadi was-was untk melaksanakan aktifitasnya. Selain itu, hal tersebut juga berpengaruh terhadap pendapatan Negara dari wisatawan-wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia menjadi berkurang karena takut akan adanya aksi terorisme yang ada di Negara ini.

Rasa nasionalisme yang menurun akibat adanya masalah terorisme tergambar dari begitu mudahnya para pelaku bom bunuh diri yang sebagaian besar adalah anak muda Indonesia yang mudah terpengaruh oleh doktrin-doktrin yang mengarah pada separatisme. Begitu mudahnya mereka terjebak dan tertipu akan “iming-iming” yang dijanjikan para teroris yang mendoktrin mereka agar mereka bersedia menjadi pelaku teror yang menghancurkan bangsanya sendiri, ini menunjukan rasa nasionalisme mereka sangat rendah terhadap Negara ini hal tersebutpun juga dapat mengganggu keyakinan penduduk lain akan kedaulatan bangsa ini. Seharusnya hal tersebut dapat dihindari apabila generasi muda dari bangsa ini lebih mempunyai rasa nasionalisme yang tinggi yang benar-benar dipupuk sejak dini.

Menurunnya rasa nasionalisme juga berkaitan erat dengan pengaruh psikologis terhadap generasi muda dari bangsa ini. Labilnya emosi para remaja membuat doktrin-doktrin tentang separatisme menjadi lebih mudah dimasukan kedalam pikiran mereka. Adanya ajaran-ajaran baru yang negatif yang sampai saat ini membuat para generasi muda semakin kebingungan untuk menentukan jalan hidup mereka, karena para remaja cenderung memilih segala sesuatu dengan proses yang cepat dan mudah “cepat dan mudah untuk masuk surga”.