Maraknya pemikiran radikalisme hingga tindak
perilaku terorisme dewasa ini, seakan menjadi salah satu permasalahan krusial
yang patut diperhatikan.
Tak dapat diduga maupun juga disangka, aksi
demi aksi melawan hukum dalam melancarkan serangan yang konon katanya jihad
namun justru membahayakan banyak pihak tak bersalah, kadang menjadi tanda tanya
besar bagi kita semua, mengapa hal tersebut dilakukan, tanpa memikirankan
dampak dan akibat apa yang kedepannya akan terjadi.
Pendapat Mahfud MD
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud
MD menyebut banyaknya provokasi yang mengarah pada radikalisme sering
diakibatkan adanya tuntutan rasa keadilan atas kebijakan pemerintah.
"Provokasi radikalisme sering
ditimbulkan oleh rasa keadilan yang belum dirasakan oleh sebagian masyarakat
atau kelompok masyarakat," kata Mahfud pada Forum Koordinasi dan
Sinkronisasi Memperteguh Kebhinekaan di Pendopo Rumah Dinas Bupati Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (5/5/2017).
Menurut dia, ada yang mencatat akhir-akhir
ini telah muncul sikap intoleran dan radikalisme sebagai ancaman bagi
eksistensi NKRI.
"Sebenarnya mereka itu bukan tidak
menerima Pancasila atau ingin radikal dan tidak toleran, melainkan sesungguhnya
mencari keadilan dan melakukan protes atas ketidakberesan agar jalannya negara
dan pemerintahan sesuai dengan Pancasila," tuturnya pada forum yang
diselenggarakan Kementrian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan bersama
dengan Pemkab Sleman tersebut.
Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Gerakan Radikalisme
Gerakan radikalisme sesungguhnya bukan
sebuah gerakan yang muncul begitu saja tetapi memiliki latar belakang yang
sekaligus menjadi faktor pendorong munculnya gerakan radikalisme. Faktor-faktor
tersebut yaitu:
1. Faktor-faktor Sosial-Politik
Gejala kekerasan “agama” lebih tepat dilihat sebagai gejala
sosial-politik daripada gejala keagamaan. Gerakan yang secara salah kaprah oleh
Barat disebut sebagai radikalisme Islam itu lebih tepat dilihat akar
permasalahannya dari sudut konteks sosial-politik dalam kerangka historisitas
manusia yang ada di masyarakat.
Sebagaimana diungkapkan Azyumardi Azra, bahwa memburuknya posisi negara-negara Muslim dalam konflik utara-selatan menjadi penopong utama munculnya radikalisme. Secara historis kita dapat melihat bahwa konflik-konflik yang ditimbulkan oleh kalangan radikal dengan seperangkat alat kekerasannya dalam menentang dan membenturkan diri dengan kelompok lain ternyata lebih berakar pada masalah sosial-politik.
Dalam hal ini kaum radikalisme memandang fakta historis bahwa umat Islam tidak diuntungkan oleh peradaban global sehingga menimbulkan perlawanan terhadap kekuatan yang mendominasi.
Dengan membawa bahasa dan simbol serta slogan-slogan agama kaum
radikalis mencoba menyentuh emosi keagamaan dan menggalang kekuatan untuk
mencapai tujuan “mulia” dari politiknya. Tentu saja hal yang demikian ini tidak
selamanya dapat disebut memanipulasi agama karena sebagian perilaku mereka
berakar pada interpretasi agama dalam melihat fenomena historis.
2.
Faktor Emosi Keagamaan
Harus diakui bahwa salah satu penyebab gerakan radikalisme adalah
faktor sentimen keagamaan, termasuk di dalamnya adalah solidaritas keagamaan
untuk kawan yang tertindas oleh kekuatan tertentu. Tetapi hal ini lebih tepat
dikatakan sebagai faktor emosi keagamaannya, dan bukan agama (wahyu suci yang
absolut) walalupun gerakan radikalisme selalu mengibarkan bendera dan simbol
agama seperti dalih membela agama.
3.
Faktor Kultural
Ini juga memiliki andil yang cukup besar yang melatar belakangi
munculnya radikalisme. Hal ini wajar karena memang secara kultural, sebagaimana
diungkapkan Musa Asy’ari bahwa di dalam masyarakat selalu diketemukan usaha
untuk melepaskan diri dari jeratan jaring-jaring kebudayaan tertentu yang
dianggap tidak sesuai.
Sedangkan yang dimaksud faktor kultural di sini adalah sebagai anti tesa terhadap budaya sekularisme. Budaya Barat merupakan sumber sekularisme yang dianggap sebagai musuh yang harus dihilangkan dari bumi. Sedangkan fakta sejarah memperlihatkan adanya dominasi Barat dari berbagai aspeknya atas negeri-negeri dan budaya Muslim.
Peradaban barat sekarang ini merupakan ekspresi dominan dan universal umat manusia yang telah dengan sengaja melakukan proses marjinalisasi seluruh sendi-sendi kehidupan muslim sehingga umat Islam menjadi terbelakang dan tertindas.
4.
Faktor Ideologis Anti Westernisme
Westernisme merupakan suatu pemikiran yang membahayakan Muslim
dalam mengaplikasikan syari’at Islam. Sehingga simbol-simbol Barat harus
dihancurkan demi penegakan syari’at Islam.
Walaupun motivasi dan gerakan anti Barat tidak bisa disalahkan dengan alasan keyakinan keagamaan tetapi jalan kekerasan yang ditempuh kaum radikalisme justru menunjukkan ketidakmampuan mereka dalam memposisikan diri sebagai pesaing dalam budaya dan peradaban.
5.
Faktor Kebijakan Pemerintah
Ketidakmampuan pemerintahan di negara-negara Islam untuk bertindak memperbaiki situasi atas berkembangnya frustasi dan kemarahan sebagian umat Islam disebabkan dominasi ideologi, militer maupun ekonomi dari negera-negara besar.
Dalam hal ini elit-elit pemerintah di negeri-negeri Muslim belum atau kurang dapat mencari akar yang menjadi penyebab munculnya tindak kekerasan (radikalisme) sehingga tidak dapat mengatasi problematika sosial yang dihadapi umat. Di samping itu, faktor media massa (pers) Barat yang selalu memojokkan umat Islam juga menjadi faktor munculnya reaksi dengan kekerasan yang dilakukan oleh umat Islam.
Propaganda-propaganda lewat pers memang memiliki kekuatan dahsyat dan sangat sulit untuk ditangkis sehingga sebagian “ekstrim” yaitu perilaku radikal sebagai reaksi atas apa yang ditimpakan kepada komunitas Muslim.
Penyebab Akut Munculnya Radikalisme
Sementara untuk penyebab akut munculnya
radikalisme yang diperoleh dari berbagai sumber yaitu:
Pendidikan Rendah
Latar belakang pendidikan yang rendah
dianggap merupakan salah satu penyebab mengapa generasi muda ataupun anak
sekolahan sangat tertarik untuk terlibat dalam kegiatan radikal.
Acapkali generasi muda tidak memiliki
pengetahuan yang memadai untuk mencari jalan alternatif penyelesaian suatu
masalah selain bertindak radikal ataupun melakukan aksi-aksi ekstrim. Namun
demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa seseorang dengan latar pendidikan
tinggi hingga bergelar doktor sekalipun dapat menjadi salah seorang aktor
intelektual dibalik penyebaran ajran radikal dan terorisme.
Krisis Identitas
Secara umum, target perekrutan anggota kelompok radikal ataupun ekstrimisme acapkali berasal dari kelompok generasi muda yang masih dalam tahap pencaharian jati diri.
Dalam proses perekrutan, generasi muda
sangat rentan terhadap tekanan kelompok dan juga membutuhkan sebuah panutan
hidup. Tekanan kelompok dilakukan dengan adanya perekrutan dan seleksi oleh
organisasi radikal berkedok kelompok keagamaan dan forum studi yang
terbatas.
Apabila salah seorang target telah masuk
kedalam lingkungan kelompok radikal dan ekstrim, maka tindakan selanjutnya sang
perekrut akan mulai melakukan tahapan komunikasi yang lebih intensif guna
mempengaruhi pola pikir dan perilaku sang target, baik dengan cara dialog,
ceramah, atau bahkan sebuah ritual. Pengaruh kelompok perekrut ini sangatlah
besar karena tanpa disadari, secara terus menerus si target akan dituntun
mengikuti arus perubahan dan penanaman nilai-nilai kelompok radikal.
Minimnya Kondisi Ekonomi
Keadaan ekonomi yang kurang memadai disertai dengan sikap apatis terhadap kondisi kehidupan lingkungan sekitar, dapat dianggap menjadi salah satu faktor penyebab untuk menarik generasi muda dalam melakukan tindakan radikal.
Acapkali generasi muda tidak memiliki
kebanggaan secara materi dan tidak memiliki pandangan positif mengenai masa
depan yang dihadapi di dunia ini. Biaya sekolah yang mahal, membuat sebagian
generasi muda menjadi putus sekolah dan tidak mempunyai pekerjaan hingga
penghasilan yang memadai, terkadang dijadikan salah satu faktor kekesalan
terhadap sistem perekonomian yang dianggap kebarat-baratan atau liberal,
lantaran sistem yang ada dinilai tidak pro terhadap rakyat dan tidak juga
memberikan kesejahteraan terhadap dirinya.
Dengan keadaan tersebut, penghancuran
terhadap dirinya dan orang lain dianggap sebagai suatu hal yang wajar, karena
materi yang saat ini tidak diperoleh akan digantikan dengan kenikmatan akhirat
sebagai imbalannya melakukan perjuangan dan pengorbnannya setelah mati syahid.
Keterasingan secara Sosial dan Budaya
Adanya rasa keterasingan di lingkungan dan jarak diantara masyarakat umum dengan hubungan anggota radikal merupakan salah satu penyebab yang membuat generasi mudah rentan bergabung dengan organisasi radikal.
Sehingga, dengan adanya rasa
keterasingan dan jarak tersebut, kelompok terorisme yang tidak merasa menjadi
bagian dimasyarakat akan merasa tidak memiliki hubungan emosional dan terikat
terhadap masyarakat disekelilingnya. Tak ayal sebuah kelompok radikal seringkali
melakukan aktifitas penghancuran terhadap fasilitas umum dan memakan korban
rakyat sipil.
Keterbatasan Akses Politik
Aspirasi politik yang tidak tersalurkan melalui jalur politik formal berdasarkan kaedah hukum yang berlaku, acapkali menjadi salah satu alasan untuk sebuah organisasi melakukan aksi radikal.
Sehingga dengan melakukan aksi dan
tindakan radikal yang cenderung “nyeleneh” dimata masyarakat, dianggap sebagai
sebuah solusi atau terobosan kontroversial untuk dapat menyampaikan pesan
organisasi ke masyarakat luas. Adanya rasa ketakutan mendalam, diharapkan oleh
sebuah organisasi radikal akan membuat pesan yang ingin disampaikan tertanam
dan melekat dibenak target khalayak.
Primordialisme dan Etnosentrisme
Rasa kebersamaan antara sesama umat dalam satu
agama acapkali membangun sebuah tali persaudaraan yang kuat yang melintasi
perbedaan suku, budaya, negara, dan geografis. Rasa solidaritas yang tinggi
tersebut menciptakan suatu tali batin dan rasa empati yang mendalam.
Seperti halnya apabila ada sekelompok umat yang merasa di tindas oleh pemerintah atau agama lain, dapat menjadi faktor pembangkit semangat kelompok radikal dan terorisme untuk bergerak seakan membantu kelompok-kelompok yang mengalami tindak penindasan. Tersirat jelas pada perang dingin antara kelompok negara-negara barat dan kelompok negara-negara timur tengah.
Dimana Amerika dan israel dianggap sebagai biang keladi penindasan umat islam yang kemudian membuat para kelompok radikal dan ekstrimis melancarkan aksi perlawanan yang tidak hanya ditujukan kepada Amerika dan Israel, namun negara-negara pendukung atau bahkan hanya berhubungan dalam aspek ekonomi dan budaya dalam lingkup kecil pun juga menjadi target penyerangan.
Oleh karenanya, apabila para pembaca menemukan sanak saudara atau kerabat di sekitar sedang mengalami beberapa faktor diatas, sebuah tindakan yang mulia apabila kita segera menuntun orang-orang tersebut untuk segera sadar dan bangkit dari kondisi keterpurukan.
2 comments
terimakasih sebelumnya, infonya sangat membantu tetapi masih kurang dalam referensinya, kalau boleh bisa dikirimkan sumber atau referensi yang lain gak ?
saya sedang menyelesaikan tugas akhir yang berkaitan dengan radikalisme.. tks..
EmoticonEmoticon